Revolusi Libya

"Kebebasan Libya sudah di depan mata. Di kalangan rakyat, suasana pesta menguasai. Diktator Kadhafi hampir-hampir tak terdengar kabarnya, sementara polisi dan tentara jelas-jelas memihak rakyat." Demikian kata Omar Elkeddi dari redaksi Arab Radio Nederland. Ia seratus persen yakin. Dan berita terakhir dari Libya seolah mengkonfirmasi keyakinannya.
Omar Elkeddi, berasal dari Libya, tinggal di Belanda sejak 1999. Ia datang ke sini sebagai pelarian politik. Di masa-masa emosional seperti saat ini, ia terus-menerus berkontak lewat telepon dengan keluarga dan teman-teman di Libya. Setidaknya, jika sambungan telepon mengizinkan. Saat ini, jaringan internet di Libya mati, sedangkan sambungan telepon masih berfungsi, namun tidak di seluruh bagian negara.
KemerdekaanKata-kata yang digunakan Elkeddi untuk menggambarkan situasi negaranya adalah "revolusi" dan "kemerdekaan". Juga "kegembiraan," setidaknya di sejumlah wilayah negara.
"Rakyat Libya sekarang sangat gembira, orang-orang turun ke jalan untuk menunjukkan kebahagiaan. Setelah 42 tahun, mereka akhirnya merdeka. Akhirnya mereka terbebas dari diktator. Untuk mencapainya tidak mudah, banyak korban tewas dan luka-luka."
Keadaan sekarang sangat kontras dibandingkan situasi beberapa hari lalu. "Di bawah Muamar Kadhafi, Libya adalah negara diktator totaliter, orang-orang tak berani bersuara. Satu-satunya demonstrasi adalah unjuk rasa pro-pemerintah. Sekarang, ketakutan macam itu cuma ada di ibukota Tripoli. Wilayah lain dikuasai rakyat," kata Elkeddi.

Senin (21/02) tengah malam Kadhafi muncul sesaat di TV nasional untuk menjelaskan bahwa ia masih di Tripoli dan tak akan melarikan diri ke Venezuela. Tidak jelas di mana ia berada, namun sepertinya ia tak ingin menyerahkan kekuasaan begitu saja. Situasi di sebagian besar wilayah Libya tegang. Juga di Benghazi, kota kedua Libya, di mana unjuk rasa dimulai. Kota ini dikuasai kelompok antipemerintah.
InspirasiRakyat Libya terinspirasi keberhasilan Tunisia dan Mesir, kata Elkeddi. Di Libya, sama seperti di dua negara pendahulunya, terjadi revolusi pemuda. Kebebasan Libya dimulai empat hari lalu, 17 Februari, dengan unjuk rasa besar. Undangan unjuk rasa disebarkan lewat Facebook. Dulu, tiap unjuk rasa dihadapi dengan tangan besi. Bagaimana sekarang?
"Tentara dan polisi memihak pada rakyat," kata Elkeddi. Militer kabarnya malah membagikan senjata kepada rakyat. Satu-satunya yang masih mendukung Kadhafi, menurut  Elkeddi, adalah brigade keamanan, setidaknya sebagian. Bahkan sejumlah anggota brigade keamanan dikabarkan telah membelot.
MembangunElkeddi mendengar, anggota-anggota komite revolusioner yang ditakuti dan dibenci berhasil dikalahkan rakyat. Mereka tidak dibunuh, namun mendapat status tahanan rumah.
"Sampai sekarang tak ada berita soal pencurian atau penjarahan. Tak seorang perempuan pun diperkosa. Itu artinya, orang-orang kembali punya jiwa. Jiwa yang hilang ketika ditindas diktator."
Menurut Elkeddi, tanda yang bagus bahwa di kota kelahiran Kadhafi, Sirte, anggota suku Kadhafi tidak diserang. Elkeddi berpendapat, tak akan ada perang saudara di negaranya. Menurutnya, saat ini justru tercipta kesatuan nasional.
Omar Elkeddi belum pernah mengalami situasi serupa seperti sekarang. Ia ingin sekali berada di Libya untuk membantu membangun demokrasi. Ada pekerjaan di pertokoan, katanya. Setelah 42 tahun dikuasai diktator, negara ini tak punya undang-undang dasar dan partai politik. Walaupun ada oposisi yang aktif di pengasingan.

sumber : Radio Nederland

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites